Tuesday, July 31, 2007

Pencerahan???

Tari,

Ini tulisan yg saya bikin dulu mengenai pengalaman meditasi. Oh ya, saya ikut meditasi dg aliran vipassana, tp saya tdk rajin utk mempraktekkannya. Walau "semau gue", dampak meditasi ini luar biasa bagi saya pribadi.

Semoga berguna.

salam,
djuni

=====================================

From: Hudoyo Hupudio <hudoyo@cbn.net.id>
------------------------------------------------------------

[Rekan D.P. ini seorang Muslim, beberapa tahun yang lalu pernah mengikuti Meditasi Mengenal Diri selama seminggu penuh di Rawaseneng. Rekan ini jarang menghubungi saya. Tetapi dari suratnya yang terbaru ini, terasa sekali dampak meditasi terhadap pemikiran, sikap dan
pribadinya. Agar dapat di-share dengan rekan-rekan pemeditasi lain di milis ini, di bawah ini suratnya saya forward dengan menyamarkan identitasnya. /hudoyo]

============================
Pak Hudoyo,

Ini saya kirimkan pengalaman yg saya alami selama ini dan rekapan diskusi dg seorang teman di Samarinda. Mohon masukan.

Terima kasih atas bimbingannya selama ini.

salam,
D.P.

--------------------------
Pak Hudoyo,

Saya berterima kasih atas bimbingannya selama ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam keseharian saya tidak teratur menjalankan meditasi. Namun dampak dari meditasi yang saya lakukan sebelum-sebelumnya sangat terasa sampai kini. Indikatornya adalah:

* Saya tidak lagi penuh dengan keinginan untuk memiliki maupun mencapai sesuatu. Hidup saya sekarang terasa biasa-biasa saja dan tidak berkekurangan, entah saya punya sesuatu atau tidak maupun entah saya mencapai sesuatu atau tidak mencapai sesuatu.

* Dalam menjalani kehidupan sehari-hari saya jadi tidak 'ngoyo' untuk melakukan sesuatu, ini terutama dengan hal-hal yang berhubungan dengan suatu hasil/materi. Semua terasa MENGALIR begitu saja.

* Banyak hal yang saya tidak tahu. Ada satu pengalaman spiritual yang menyadarkan saya bahwa saya tidak tahu apa-apa. Hal ini membuat segala kepercayaan/keimanan, baik kepada agama
tertentu-ideologi-kepercayaan-dan lain-lain, yang saya ikuti selama ini jadi musnah. Namun demikian ada satu hal universal yang hidup di alam semesta ini, tapi saya tidak tahu itu apa. Jadilah saya semakin pendiam, yang semula pendiam; karena saya memang tidak ada yang perlu untuk diomongkan.

* Kepekaan saya jadi sangat tinggi. Dalam 'membaca' hal-hal di balik peristiwa atau maksud-maksud orang-orang jadi terasa "muncul begitu saja". Ada pemahaman yang muncul begitu saja tentang hal-hal tersembunyi dari orang-orang atau peristiwa-peristiwa tertentu yang saya alami/temui.

* Dulu sekali pernah ada ide/terasa untuk hidup dan tinggal terpencil untuk hanya menjalankan meditasi. Tapi karena saya merasa bertanggungjawab pada keluarga saya, maka ide itu tidak saya laksanakan. Adalah kewajiban saya untuk menghidupi dan menjadi tiang dalam keluarga kecil saya. Kejadian ini sempat menimbulkan konflik di dalam diri saya selama beberapa waktu, antara ide & niatan untuk "bertapa" dengan kewajiban menghidupi keluarga. Akhirnya, keputusan dan tindakan yang saya ambil adalah tetap tinggal dengan keluarga dan
bertanggung jawab penuh untuk menghidupi dan jadi tiang keluarga.

* Sampai sekarang saya tidak pernah mengalami hal-hal yang gaib sifatnya. Ada kawan saya yang bisa melihat aura keemasan dan lain-lain, mahkluk halus, mengarahkan energi, dan lain sebabagainya. Tapi hal ini karena saya juga tidak berniat untuk mengalami hal-hal yang gaib itu, shg mungkin saya tidak mengalaminya.

Sekarang ini saya sedang ngobrol dengan seorang kawan di Samarinda tentang meditasi dan pengalaman-pengalaman spiritual lainnya. Namanya _____.

Salam,
D.P.
===============================
HUDOYO:

Mas D.P. yang baik,

Terima kasih banyak atas sharing Anda tentang kehidupan batin Anda. Saya turut bersukacita membaca tentang perkembangan batin Anda.

Dalam banyak hal para pejalan spiritual patut merasa "iri" kepada Anda. Sikap batin yang tidak terpengaruh oleh tercapainya atau tidak tercapainya apa yang diinginkan, namun yang tidak pernah merasa kekurangan, sangat langka kita lihat di masyarakat modern ini.

Begitu pula tentang PENGETAHUAN. Anda sudah menyadari bahwa pengetahuan apa pun hanya memperkuat si aku. Apalagi pengetahuan tentang agama. Banyak orang mengidentifikasikan dirinya dengan agamanya, dalam upaya mencari "kebahagiaan abadi". Tanpa menyadari bahwa sesungguhnya pengetahuan agama itu kelekatan baru bagi si aku, yang jauh lebih halus, tapi lebih kuat kurungannya. PENGETAHUAN BUKANLAH KEARIFAN.

Menajamnya kepekaan adalah sesuatu yang wajar, yang muncul dari keheningan yang meningkat.

Tentang dilema antara "mengasingkan diri dari masyarakat ramai" dan tanggung jawab dalam keluarga, syukurlah Anda telah menemukan jalan keluarnya. Dan lagi-lagi terlihat di sini bahwa aku/diri/ego Anda tidak lagi dominan.

Tentang mengalami hal-hal yang gaib dalam meditasi, ini memang jebakan baru yang merintangi jalan menuju pembebasan. Banyak pemeditasi malah merasa kecewa kalau tidak mengalami peristiwa-peristiwa yang bisa dibualkannya dalam meditasi. Tapi sekali lagi, syukurlah Anda sudah mengatasi perangkap ini.

Anda mengaku dalam keseharian tidak teratur bermeditasi. Namun, menilik dari "perkembangan batin" Anda, tampaknya hal itu tidak menjadi soal. Karena tampaknya meditsai justru sedikit-banyak telah menyatu dengan kesadaran Anda sehari-hari, mungkin tanpa Anda sadari sebagai sesuatu yang istimewa. Hanya kadang-kandang saja Anda memubutuhkan meditasi yang intensif untuk menajamkan kesadaran dan kepekaan Anda.

Anda mengaku pula bahwa "segala kepercayaan/keimanan, baik kepada agama tertentu[Islam]-ideologi-kepercayaan-dan lain-lain, yang saya ikuti selama ini jadi musnah." Hal itu tidak perlu merisaukan, karena pada saat yang sama Anda menyatakan bahwa "ada satu hal universal yang hidup di alam semesta ini, tapi saya tidak tahu itu apa." Sesungguhnya itulah HAKEKAT TERDALAM DARI APA YANG ADA. Tapi itu tidak bisa disebut "Tuhan", karena kata "Tuhan" itu telah begitu sarat dibebani oleh ciptaan-ciptaan pikiran kita sendiri. Tapi Hakekat itu jauh lebih dalam daripada Tuhannya pikiran.

Sang Buddha menyatakan: "Ada sesuatu yang tidak dilahirkan, tidak tercipta, bukan makhluk, bukan terbentuk." Krishnamurti menyebut itu "the unknown" (yang tak dikenal), "immensity" (yang mahaluas), "benediction" (berkah), "love" (cinta), "intelligence" (kearifan); tapi ia menolak menyebutnya "Tuhan".

Nah, begitulah, Mas D.P., semoga Anda semakin kokoh berada dalam kesadaran batin seperti yang Anda ceritakan itu. Kata Sang Buddha, "Itulah akhir dari derita (dukkha)". Mungkin kata seorang Sufi, "Itulah makrifatullah." Saya rasa, itu pula yang terjadi ketika Yesus bangkit dari kematian jasmani & diri/ego-nya.

Salam,
Hudoyo

=======================================

Pak Hudoyo,

Saya jadi malu kalau dikatakan sudah mencapai perkembangan spt itu. Rasanya apa yg saya alami ini adalah hal-hal yg biasa dan tdk ada yg luar biasanya. Saya kadang-kadang ingin spt kawan-kawan lain yg mengalami hal-hal "aneh", tapi ketika keinginan itu saya amati lebih lanjut biasanya terus menghilang.

Dalam kondisi seperti saya sekarang ini saya malah kasihan dengan istri saya. Mengapa? Karena saya tidak lagi "giat" bekerja utk mencari uang. "Lha wong" punya uang atau tidak punya uang maupun bisa makan atau tidak ada yg dimakan, saya "nyantai" saja. Tapi istri saya kalau tidak punya uang utk belanja sehari-hari atau utk beli susu utk anak sudah stress sekali. Jadilah konflik dalam rumah tangga. Tapi berhubung istriku orangnya introvert dan saya juga introvert (dan lebih-lebih dengan segala pengalaman spiritual yg saya alami itu) maka tidak terjadi "perang mulut" maupun "piring terbang" :-)) Paling-paling ya diam-diaman sebentar dan habis itu ngobrol lagi spt biasa. Walau tidak ada pekerjaan tetap, syukur kehidupan ekonomi keluarga saya masih berkecukupan hingga kini (dalam artian tidak pernah kehabisan utk beli beras/belanja sehari-hari dan beli susu utk anak). Istri saya juga bekerja di LSM. Ada untungnya beberapa bulan hanya punya uang yg sangat pas-pasan, yaitu istriku jadi belajar "manajemen keinginan" (ini pinjam istilah dari komik Krishnamurti).

Oh ya, sekarang pikiran saya kok jadi terasa "tumpul", telmi (telat mikir)? Kalau dulu pikiran saya kuat dan lincah, tapi juga dibarengi dengan daftar keinginan yg segunung pula. Sekarang setelah keinginan-keinginan mereda, pikiran jadi terasa "tumpul" tapi intuisi jadi meningkat. Akibat paling nyata adalah dlm pertemuan-pertemuan saya jadi tampak sbg "orang tolol" karena lambat berfikir dan berkomentar dlm diskusi tersebut. Satu hal ketidaktanggapan yg saya rasakan itu disebabkan juga karena segala sesuatu yg diributkan itu adalah hal yg kosong belaka. Jadi buat apa ikut ribut kalau hal itu malah ikut menambah daftar keributan baru. Ke"tumpul"an pikiran dan ketidaktanggapan itu kadang-kadang terasa mengganggu, namun bila perasaan itu saya amati jadi hilang.

Itu saja dulu ceritanya. Terima kasih.

salam,
djuni

Labels: