Saturday, April 30, 2005

Mendaki gunung dalam hening

Mendaki gunung dalam hening

Kita biasanya dalam mendaki gunung sibuk berceloteh, ngobrol dengan kawan sesama pendaki atau pun tidak henti-hentinya membuat keramaian/keributan. Selama dalam perjalanan kita tidak bisa diam dan hening, tapi malah sibuk dengan segala celoteh remeh temeh.

Bila suatu ketika kita mendaki gunung lagi, cobalah eksperimen berikut: mendaki gunung dalam hening.

Selama sekitar 30 menit dalam pendakian gunung kita diam total, tidak bicara atau ngobrol dengan kawan seperjalanan. Akan lebih bagus kalau kita dapat berjalan sendirian, sehingga kita tdk tergoda utk ngobrol atau bersenda gurau. Selama sekitar 30 menit itu kita diam, hening, dan memperhatikan. Kita memperhatikan alam sekitar kita. Kita mendengarkan suara-suara di sekitar, spt: kicau burung, pekikan elang, jeritan monyet, desau angin, gemericik air mengalir, dll. Kita mendengarkan suara-suara di sekitar, walau kita tdk dpt mengidentifikasikannya; dan kita tdk perlu bersusah payah utk mengidentifikasikannya. Kita mengamati pikiran-pikiran yg muncul di benak dan di hati. Kita juga mengamati reaksi-reaksi batin kita atas munculnya pikiran-pikiran tersebut, apakah muncul rasa takut, rasa senang, rasa marah, rasa benci, rasa cemburu dll.

Kita bersikap hening dan waspada. Kalau kita merasa takut dengan keheningan dan kesendirian ini, kita akui saja dengan jujur bahwa kita merasa takut. Kalau kita merasa kesepian, ya kita akui bahwa kita kesepian. Kalau kita merasa berdosa telah melakukan sesuatu hal yang salah, ya kita akui bahwa kita telah bersalah. Kalau kita merasa merasa kuat dan berkuasa, ya kita akui saja ttg perasaan kuat dan berkuasa ini.

Yang penting adalah kita terus mendengarkan dan mengamati segala hal, baik yang ada di dalam diri kita maupun yang datang dari alam sekitar kita. Bila kita terus bersikap hening dan waspada, maka suatu saat kita akan mendengar/merasa suara-suara jernih yang datang dari kedalaman diri kita yang paling dalam. Walau tdk ada yg memberitahu kepada kita, kita akan langsung tahu dan paham bahwa suara-suara jernih tersebut memberi petunjuk yg sebenarnya kepada kita.

Tidak usah dikatakan lagi, kita akan merasa damai dan enjoy dengan diri kita sendiri. Kita akan merasa bahagia, utuh penuh. Kita berada di jalur yang benar dengan tujuan yang benar pula. Semua terasa klop (pas) di tempatnya masing-masing. Dan kita merupakan bagian dari sesuatu yg terasa klop (pas) tersebut.


Mampang Prapatan IV, Jakarta
Dinihari 30 April 2005
Djuni "Lethek" Pristiyanto

PANDUAN MENDAKI GUNUNG DALAM INFOGRAFIS

RESENSI BUKU
PANDUAN MENDAKI GUNUNG DALAM INFOGRAFIS

Judul buku : Panduan Mendaki Gunung dalam Infografis
Penulis : Ehwan Kurniawan
Penerbit : PT Tunas Bola
Cetakan : I, Nopember 2004
Tebal : 94 halaman
Ukuran : 11 cm x 18 cm (buku saku)
Harga : Rp 12.500,-


Sudah banyak buku ditulis mengenai panduan mendaki gunung, tapi panduan mendaki gunung secara bergambar mungkin baru buku ini. Karya ini bukan sekedar petunjuk tertulis, tapi juga menggunakan gambar yang digoreskan oleh penulis dalam bentuk grafis. Buku ini menjadi istimewa, karena menjadi satu-satunya buku petunjuk mendaki gunung dalam infografis. Pembaca pun akan lebih mudah memahami bagaimana cara mendaki gunung dengan baik. Diharapkan dengan penerapan infografis dalam buku panduan mendaki gunung ini lebih mempermudah dalam mengarahkan dan memahami informasi dari isi buku tersebut, karena elemen grafis yang digunakan sifatnya adalah untuk menyederhanakan suatu data secara praktis dan efektif.

Buku ini ditujukan terutama kepada para pemula. Pelajar atau mahasiswa yang hendak atau sekedar naik gunung, mengkhususkan diri untuk berkemah, dan sebagainya supaya memperhatikan langkah demi langkah yang ada dalam buku ini.Tujuannya agar selama pendakian mereka tidak menjumpai masalah yang berarti. Kalau tanpa kendala, tentu malah tidak asyik. Namanya saja naik gunung, pasti ada tantangan yang harus ditaklukkan. Karena itu, melalui buku ini diharapkan kendala-kendala yang muncul dapat diatasi dengan baik sehingga para pendaki bisa kembali dengan selamat.

Materi utama buku ini diangkat dari hasil karya tugas akhir penulis di Fakultas Seni Rupa IKJ dengan judul Penerapan Infografis pada Buku Panduan Mendaki Gunung, suatu perpaduan antara desain grafis dengan kegiatan mendaki gunung.

Buku Panduan Mendaki Gunung dalam Infografis ini terdiri dari delapan bagian, antara lain menyusun rencana, persiapan fisik, perlengkapan perjalanan, perlengkapan makan, pelengkapan tidur, leave no trace, navigasi darat, survival, P3K dan peta gunung. Selain itu ada daftar gunung se-Indonesia beserta ketinggiannya, kode etik pecinta alam, daftar alamat organisasi pecinta alam dan kantor cabang BASARNAS. Informasi ditil secara grafis jalur-jalur pendakian gunung (G. Kerinci 3.805 mdpl, G. Ciremai 3.076 mdpl, G. Slamet 3.426 mdpl, G. Semeru 3.676 mdpl, G. Agung 3.142 mdpl, dan G. Rinjani 3.726 mdpl) disertakan juga. Informasi grafis jalur-jalur pendakian itu sangat membantu dan memudahkan bagi para pendaki yang akan naik gunung tersebut.

Kegiatan mendaki gunung dimulai dengan menyusun rencana pendakian yang meliputi mencari informasi tentang gunung tersebut, melakukan pesiapan fisik dan menyiapkan perlengkapan pendakian. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun rencana pendakian antara lain tujuan kegiatan (gunung yang akan didaki), waktu pendakian, anggaran keuangan, peserta, perizinan, transportasi, perencanaan di lapangan dan pelaksanaan kegiatan. Dengan perencanaan yang baik, pendaki akan dapat mencapai tujuan secara lebih efisien dan efektif.

Untuk perlengkapan perjalanan sebaiknya pilih perlengkapan dan perbekalan yang sesuai dan selengkap mungkin, tetapi bebannya tidak melebihi kemampuan. Perhitungan beban total untuk seseorang tidak boleh melebihi sepertiga berat badan (sekitar 15-20 kg). Untuk pakaian lapangan sebaiknya jangan menggunakan pakaian dari bahan nilon dan celana jins. Pakaian dari bahan nilon tidak menyerap keringat, sedangkan celana jins akan menjadi berat bila basah dan butuh waktu lama untuk dikeringkan. Semua perlengkapan pendakian dimasukkan ke dalam ransel yang ringan, kuat, sesuai dengan kebutuhan dan keadaan medan, nyaman dipakai dan praktis.

Bagaimana bila dalam pendakian gunung ada masalah? Petunjuk grafis untuk mengatasi masalah seperti tersesat, bertahan hidup (survival), dan kecelakaan juga disertakan. Orientasi medan (navigasi darat) adalah suatu cara untuk menentukan posisi dan arah perjalanan, baik di daerah sebenenarnya maupun di peta. Karena itu, pengetahuan tentang peta dan kompas serta teknik penggunaannya perlu dipelajari dan dipahami agar tidak mudah tersesat. Dalam pendakian, ada baiknya memperhatikan keadaan alam sekitar yang bisa dijadikan tanda yang mudah diingat, seperti tumpukkan batu, pohon tinggi, pohon tumbang, dan aliran sungai. Tanda-tanda tersebut bisa digunakan sebagai pemandu ke jalur semula bila kebetulan tersesat. Kalau tersesat sebaiknya kita tetap tenang dan ingat rumus STOP (S: Stop/Seating, T: Think, O: Observation, P: Planning).

Bertahan hidup di alam bebas (survival) adalah keahlian untuk bertahan hidup dalam situasi yang mendesak. Keahlian ini sangat diperlukan oleh setiap pelaku kegiatan alam bebas. Elemen survival antara lain cara menemukan air, cara membuat api, cara menemukan makanan, cara membuat jebakan, cara membangun perlindungan, dan cara menarik perhatian untuk penyelamatan (SAR). Selain itu juga perlu disiapkan survival kit untuk antisipasi apabila menghadapi suatu masalah dalam pendakian gunung. Survival kit ini umumnya berisi perlengkapan jahit, cermin, pisau multiguna, peniti, peluit, peralatan mancing, senter, korek api, kaca pembesar dan lilin.

Mendaki gunung tidak hanya membutuhkan niat yang kuat saja, namun juga kesiapan fisik. Daya tahan (endurance) amat diperlukan karena dibutuhkan perjalanan berjam-jam hingga hitungan hari untuk tiba di puncak. Hal yang paling sering muncul dalam bahaya subjektif (bahaya yang ditimbulkan oleh pendaki itu sendiri) adalah risiko medis. Resiko medis tersebut antara lain hipotermia, dehidrasi, patah tulang, trauma, cedera otot dan lain-lain. Pengetahuan untuk melakukan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) perlu dipelajari dan dikuasai, sehingga apabila terjadi kecelakaan kita dapat melakukan langkah pertolongan pertama dan dapat menghindari cacat permanen maupun kematian.

Leave No Trace. Program Leave No Trace dirancang untuk memperkecil dampak sosial dan lingkungan dalam kawasan pendakian gunung. Prinsip-prinsip dasar Leave No Trace adalah:
ü Perencanaan dan pesiapan yang baik.
ü Berkemah dan bepergian di atas permukaan tanah yang tahan dan awet.
ü Buanglah kotoran dengan benar.
ü Biarkan apa yang anda temukan.
ü Minimkan penggunaan dan akibat dari api unggun.
ü Latihlah diri untuk bertanggung jawab terhadap lingkungan perjalanan.
ü Dengan memelihara diri sendiri dan grup anda saat perjalanan di alam bebas, anda termasuk dalam posisi melindungi lingkungan.


Peresensi buku:
Djuni Pristiyanto
HP : 0812 837 5080
Email : senoaji@cbn.net.id
Moderator Milis Lingkungan dan Milis Indobackpacker

Thursday, April 28, 2005

Upaya utk menumbuhkan rasa cinta alam kpd anak

At 12:43 27/04/05, you wrote:
tapi apakah anak2 kita sekarang sudah dikenalkan kpd pendidikan alam yg sesungguhnya???
-------------------------------

ini topik menarik utk kita bahas di forum ini. bagaimana cara kita utk menumbuhkan rasa cinta alam kepada anak2 kita? kalo menurut pengalamanku (saya punya anak berumur 2,4 tahun):

1. lewat bacaan cerita bergambar (anak kecil masih suka gambar2 binatang, mis: gajah, sapi, kuda, kambing, monyet, jerapah, kuda nil, orang utan). utk orang yg tinggal di kota jakarta, susah sekali utk ngajak anak lihat kambing/sapi/kuda.

2. nonton bersama vcd/dvd ttg kehidupan binatang (anak kecil belum tertarik dg pohon, sungai, gunung). pada saat nonton tsb kita berdua (anak en ortunya) sering berkomentar ttg binatang yg sedang muncul di layar tv dan bermain "binatang2an" (mis: kalo pas ada harimau yg sedang nongol, maka kita bermain "mengaum", kalo pas serigala yg nongol, maka kita bermain "melolong" mengikuti tingkah sang bintang di tv).

3. jalan2 ke kebun binatang. oleh karena tempat tinggal saya dekat dg ragunan, maka kalo ada waktu luang saya ajak anakku jalan2 ke ragunan. di sini, pengenalan anak thd binatang menjadi suatu yg nyata. kalo sebelum2nya baru di tingkat abstrak - buku, vcd, dvd, tv - maka ketika di ragunan si anak dpt melihat langsung dan kalo perlu berinteraksi dg binatang.

4. jalan2 ke gunung/pantai. kalo ada waktu en duit lebih, maka anakku saya ajak jalan2 ke gunung atau pantai. jelas sekali dia akan sangat senang dan menikmati kegiatan bermain pasir dan air kalo di pantai maupun berjalan2 di atas rerumputan dan menerobos semak2 kalo sedang main di gunung/hutan.

begitulah cara yg saya tempuh dlm upaya kami (saya en istriku) utk menumbuhkan rasa cinta alam kepada anak kami.

salam,djuni

Friday, April 22, 2005

Kejadian kebetulan

Peristiwa/kejadian kebetulan

Apakah peristiwa/kejadian kebetulan hanya memang suatu peristiwa/kejadian yg terjadi begitu saja? Suatu peristiwa/kejadian yg terjadi karena memang murni kebetulan? Apakah ada sesuatu di balik peristiwa/kejadian kebetulan yg terjadi? Apakah ada sesuatu rencana besar di balik peristiwa/kejadian kebetulan?

Biasanya ada 2 pendapat mengenai peristiwa/kejadian kebetulan ini, yaitu:
1. Peristiwa/kejadian kebetulan = peristiwa/kejadian yg murni terjadi begitu saja dan tdk ada hubungannya dg peristiwa2 maupun individu2 yg lain.
2. Peristiwa/kejadian kebetulan = ada suatu rencana besar di balik terjadinya peristiwa/kejadian kebetulan.

Pernahkan kita mengalami peristiwa/kejadian kebetulan dlm kehidupan kita sehari2? Dalam suatu kesempatan tiba2 saja kita bertemu seorang kawan lama. Atau tiba2 ada ilham yg menjadi solusi permasalahan yg berhari2 tdk kunjung dpt penyelesaian (Eureka, begitu kata Archimedes). Suatu saat seluruh jalan hidup kita terasa di jalan yg benar dan semua hal yg kita kerjakan berjalan lancar.

Saat ini kita hidup dalam jaman yg lebih mengunggulkan "machoisme", suatu budaya yg mengutamakan sifat2 kejantanan kaum lelaki. Saat ini kita juga hidup dalam budaya yg merepresi (menindas) emosi dan suara2 yg muncul dari dalam diri. Emosi dan suara2 yg muncul dari dalam diri dianggap sebagai suatu kelemahan, dan oleh karena itu mesti ditindas hingga tidak muncul lagi. Akibat dari penindasan emosi dan suara hati tersebut adalah kita menjadi asing dg diri sendiri, walau dari luar kita tampak sebagai orang yg tampil gagah dan mandiri. Bila demikian halnya yg terjadi, maka segala peristiwa/kejadian yg menimpa kita akan tampak memang murni peristiwa/kejadian.

Akan tetapi, bila kita peka dan mendengarkan suara2 dari dlm diri, maka semua  peristiwa/kejadian yg menimpa kita akan tampak saling berhubungan utk menuju suatu "rencana" tertentu. Hal ini disebut "sinkronisitas". Sekarang tinggal bagaimana kepekaan kita utk membaca tanda-tanda dari suatu peristiwa/kejadian yg akan menuntun arah perjalanan hidup kita menuju diri yang optimal dan utuh penuh.

salam,
djuni pristiyanto

Thursday, April 21, 2005

Ringkasan diskusi P3K & GPS tdl 16 April 2005

Belajar kepada alam,
Alam terkembang jadi guru.


RINGKASAN KEGIATAN DISKUSI P3K DAN GPS
Girigahana, Kampus UPN Veteran Jakarta
Sabtu, 16 April 2005

Pada hari Sabtu, 16 April 2005 telah dilaksanakan sebuah diskusi dengan topik P3K dan GPS di Kampus UPN Veteran Jakarta dengan tuan rumah organisasi pencinta alam Girigahana. Kegiatan ini dihadiri oleh 21 orang peserta. Materi P3K (pertolongan pertama pada kecelakaan) pada kegiatan alam bebas disampaikan oleh Djuni Pristiyanto dan materi GPS (global position system) oleh Buyung Akram.

Pertemuan dibuka oleh Djuni Pristiyanto yang menerangkan tujuan diadakannya pertemuan ini dan disusul dengan uraian singkat mengenai adanya komunitas pegiat alam bebas di internet yang tergabung dalam milis-milis (contoh: Nature Trekker, Indobackpacker, Pangrango, Merbabu, Highcamp, SabtuMinggu, dll).

Setelah pembukaan segera dilanjutkan dengan penulisan harapan dan keinginan peserta pada selembar kertas kecil. Kertas kecil yang telah diisi harapan dan keinginan kemudian ditempelkan pada whiteboard, sehingga semua peserta dapat membacanya (daftar ada di baawah). Ungkapan harapan dan keinginan itu akan menjadi ukuran di akhir kegiatan, apakah hasil-hasil pertemuan telah sesuai dengan yang direncanakan oleh panitia dan sesuai dengan harapan/keinginan peserta atau tidak.

Materi I : P3K pada Kegiatan Alam Bebas oleh Djuni Pristiyanto
Materi P3K disampaikan berdasarkan pengalaman Djuni selama melakukan kegiatan-kegiatan di alam bebas, jadi bukan berdasar textbook. Dalam hal ini diskusi lebih banyak pada membahas kasus-kasus yang banyak terjadi pada kegiatan alam bebas, khususnya pada kegiatan pendakian gunung. Selain diskusi lisan, banyak juga dilakukan praktek (di tempat) bagaimana melakukan pertolongan pertama, spt: orang pingsan, pernapasan buatan dari mulut ke mulut, pernapasan buatan dengan pijat jantung luar, kram kaki, kram perut, dan patah tulang.

Materi II : GPS oleh Buyung Akram
Materi GPS disampaikan oleh Buyung Akram dengan sedikit teori dan banyak praktek lapangan di halaman kampus UPN. Dalam kesempatan ini Mas Buyung membawa sekitar 6 buah GPS dengan berbagai macam spesifikasi. Para peserta dapat sepuas-puasnya mencoba menggunakan alat GPS dan berkonsultasi dengan Mas Buyung bila ada masalah. Dari semua peserta, hanya satu-dua orang yang pernah menggunakan alat GPS dan peserta selebihnya baru kenal GPS saat itu juga.

Sebelum kegiatan ini berakhir, sekali lagi para peserta diminta untuk menuliskan topik-topik apa saja untuk diskusi berikutnya pada selembar kertas kecil (daftar usulan topik di bawah). Usulan topik-topik diskusi itu akan menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan topik diskusi pada bulan berikutnya.

Acara diskusi P3K dan GPS ini dimulai dari jam 11.30 hingga 15.00.


HARAPAN PESERTA
ü Ingin tahu sejauh mana dan keakuratan alat peta kompas (GPS).
ü Ingin tahu lebih jauh lagi mengenai GPS dan mungkin dengan adanya pertemuan ini kita bisa lebih mengenal satu sama lain.
ü Ingin mengetahui rescue dan evakuasi.
ü Mendapat pengetahuan tentang P3K.
ü Ingin belajar tentang pertolongan pertama dan korban kecelakaan.
ü Ingin belajar tentang lingkungan.
ü Ingin berkumpul dengan komunitas satu hobby.
ü Untuk mengetahui lebih banyak lagi tentang P3K.
ü Buat mencari teman PA (pecinta alam) yang lain.
ü Untuk menambah informasi tentang P3K dan GPS, serta yang lain mengenai kepecintaalamanan.
ü Ingin mengetahui tentang materi dan penggunaan (cara pemakaian) GPS.
ü Menambah wawasan.
ü Pengen tahu GPS: materi dan fungsi.
ü Menambah wawasan tentang GPS, P3K dan pengetahuan survival lainnya.
ü Memperluas jaringan.
ü Memperoleh ilmu dan menambah wawasan tentang kegiatan alam bebas.
ü Ingin memperlajari lebih dalam materi P3K dan GPS.
ü Mendapatkan/mempunyai teman baru yang satu hobby, khususnya adventure.
ü Kegiatan seperti ini agar lebih sering diadakan.
ü Mendapatkan informasi yang baru.
ü Memperdalam P3K buat di lapangan.
ü Memperdalam penggunaan GPS.
ü Memperdalam materi perkuliahan, wawasan dan pengalaman.
ü Memperdalam aplikasi P3K.
ü Memperoleh pengetahuan baru tentang GPS.
ü Mendapat teman baru.
ü Cuci mata.
ü Mendapat ilmu tentang kegiatan petualangan di alam bebas.
ü Mengenal teman-teman sehobby.
ü Menambah informasi.


USULAN TOPIK UTK MATERI DISKUSI BERIKUTNYA
ü SAR
ü Navigasi.
ü Gunung di Indonesia.
ü Orienteering/ navigasi darat.
ü Survival.
ü Manajemen pendakian.


DISKUSI PADA BULAN MEI 2005
ü Apa usulan kawan-kawan untuk topik diskusi pada bulan Mei 2005? Dan siapa narasumber untuk topik diskusi tersebut?
ü Dimana lokasi kegiatan yang paling mudah dicapai oleh sebagian besar dari kita (tentunya masih di Jakarta lho)? Bagi kawan-kawan daerah yang tertarik untuk mengadakan kegiatan diskusi yang sama, silahkan di-sharing di milis.
ü Kapan waktu pelaksanaan diskusi tersebut?
ü Siapa saja dan pihak-pihak mana saja yang perlu dihubungi agar kegiatan ini dapat berjalan dengan lancar dan berhasil guna?

Demikian ringkasan/laporan kegiatan ini saya sampaikan. Terima kasih banyak atas perhatian dan partisipasinya.


Jakarta, 21 April 2005
Djuni “Lethek” Pristiyanto
Email : senoaji@cbn.net.id


Friday, April 08, 2005

Pak Zulkifi: Tukang sapu di Gunung Gede

Kawan-kawan,

Pada saat ikut pendakian ke Gunung Gede tgl 1 - 3 April 2005 bersama dengan kawan2 Natrekk, saya berjumpa dengan seorang yang sangat luar biasa. Mungkin hanya ada satu diantara seribu orang spt Pak Zulkifi ini. Saya akan ceritakan ttg Pak Zulkifi dalam bentuk narasi orang pertama.

========= narasi Pak Zulkifi mengenai dirinya sendiri ==========

Pak Zulkifi: Tukang sapu di Gunung Gede

Nama saya Pak Zulkifi. Umur 45 tahun. Pekerjaan tukang sapu.
Saya sudah berkeluarga dengan seorang istri dan 3 anak, keluarga saya tinggal bersama mertua saya di Kuningan, Jawa Barat.

Pekerjaan saya adalah sebagai tukang sapu. Saat ini saya sedang membersihkan sampah2 di jalur pendakian Cibodas - Gunung Gede. Jangan salah dimengerti, saya bukan anggota kelompok relawan atau pegawai dan orang upahan Balai Taman Nasional Gede Pangrango (TNGP). Dalam bekerja ini tidak ada yang menggaji saya. Saya bekerja atas kemauan dan inisiatif sendiri. Sebelum ini saya pernah menyapu sampah2 dari pantai Labuhan Ratu sampai di Banten.

Pada hari Sabtu, 2 April 2005 di suatu pos pendakian jalur Cibodas - G. Gede saya sempat ngobrol dengan Pak Djuni. Saat itu ada sekelompok pendaki dari kota sedang istirahat melepaskan lelah. Seperti biasanya anak2 dari kota, mereka sibuk dengan dirinya sendiri dan berbicara dengan ribut satu dengan yang lain. Saya amati mereka sambil tersenyum simpul. Lalu ada seorang pendaki yang mendekati dan mengajak ngobrol. Pendaki itu mengaku bernama Pak Djuni, umur 38 thn dan datang dari Mampang Jakarta Selatan. Pak Djuni ini walau baru berumur 38 thn sudah tampak tua dan banyak ubannya. Saya sendiri walau sudah berumur 45 thn, tapi masih tetap sehat lahir batin dan tidak ada uban satu pun di kepala saya. Saya bilang kepada Pak Djuni kalau dia terlalu banyak berpikir dalam bekerja, dan dia mengakui itu dengan jujur.

Demikian ini perbincangan kecil antara saya dengan Pak Djuni :

Pak Djuni : Saya baru kali ini bertemu dg orang semacam Pak Zulkifi ini. Saya kagum dan salut dengan Bapak.

Pak Zulkifi : Ah biasa2 aja kok, tidak ada yg istimewa dlm tindakkan saya. Semua orang dpt mengerjakannya: "menyapu sampah".

Pak Djuni : Apakah Pak Zulkifi pegawai Balai TNGP, sehingga menyapu sampah sampai sejauh ini?

Pak Zulkifi : Bukan! Saya bukan pegawai Taman Nasional dan saya juga bukan anggota kelompok sukarelawan yg ada di G. Gede ini. Saya bekerja tdk ada yg menggaji.

Pak Djuni : Lalu bagaimana Bapak dan keluarga dapat makan dan hidup sehari-hari?

Pak Zulkifi : Tidak usah dikejar, rejeki akan datang dengan sendirinya.

Pak Djuni : Lalu bagaimana kalau ada yang sakit di keluarga?

Pak Zulkifi : Syukur pada Sang Pencipta kalau sampai saat ini saya dan keluarga tetap sehat dan tidak kurang suatu apa. Tidak ada yg perlu dikhwawatirkan.

Pak Djuni : Pak Zulkifi sudah lama jadi tukang sapu di Gunung Gede ini?

Pak Zulkifi : Saya sudah 4 thn jadi tukang sapu di sini. Sebelumnya saya pernah menyapu sampah2 dari Pantai Labuhan Ratu sampai Banten. Mungkin setelah dari G. Gede ini saya tidak tahu akan kemana lagi. Mungkin saja saya akan pergi ke Jakarta dan menyapu sampah di sana.

Pak Djuni : Wah Pak Zulkifi, jangan ke Jakarta Pak. Di sana "rimba"-nya sangat lain dengan rimba di G. Gede ini. Orang2 di Jakarta sudah banyak yg tdk peduli dengan sesamanya, ibaratnya "orang makan orang" di Jakarta.

Pak Zulkifi : Saya tidak takut. Tidak ada yg perlu ditakutkan di dunia ini. Tujuan saya baik dan berguna.

Pak Djuni : Sambil jalan mungkin Pak Zulkifi dapat membersihkan "sampah-sampah di hati manusia". Khan pekerjaannya sama2 membersihkan sampah.

Pak Zulkifi : Pak Djuni ini ada2 saja. Membersihakan "sampah-sampah diri sendiri" saja sudah susah, apa lagi mesti membersihkan "sampah-sampah orang lain" he......he.......he..........

Pak Djuni : Baik Pak Zulkifi. Saya senang berjumpa dg Bapak dan saya sangat salut dg apa2 yg Bapak lakukan. Sampai jumpa lagi, saya dan kawan2 mau melanjutkkan perjalanan naik G. Gede.

Pak Zulkifi : Terima kasih juga Pak Djuni. Selamat jalan dan semoga sampai di tujuan serta selamat tiba di rumah kembali.

Demikian itu hasil percakapan singkat saya dengan Pak Djuni.

Mengapa saya mejadi tukang sapu? Mengapa saya bekerja dg tdk mengharapkan imbalan dari siapa pun juga?

Bagi saya bekerja sebagai tukang sapu ini merupakan bentuk pengabdian saya kepada Yang Memberi Hidup. Hidup ini utk apa? Khan hidup ini hanya "sekedar lewat" saja di dunia. Oleh karena kita hanya "numpang lewat", maka kita perlu berupaya dengan sesungguhnya utk berbuat kebaikkan kepada sesama mahkluk ciptaanNya dan berbakti kepadaNya.

Dalam bekerja sebagai tukang sapu ini majikan saya adalah Dia Yang Memberi Hidup, bukan manusia. Jadi imbalan yg saya peroleh juga berasal dari Dia Yang Memberi Hidup. Saya percaya bahwa rejeki saya dan keluarga saya akan datang dariNya tanpa diminta, sehingga kami semua dpt hidup dg seperlunya. Tentu saja ukuran "hidup dg seperlunya" sangat berbeda dg kebanyakan orang yg biasanya diukur dg materi spt TV, sepeda montor, kulkas, rumah yg bagus, mobil dll. Kita hidup dan masih dpt bernapas sampai detik ini adalah suatu rejeki yg patut disyukuri. Jadi buat apa mengharapkan rejeki yg berlebihan?

===== narasi selesai ======

Ditujukan kepada Pak Zulkifi dengan penuh hormat dan salut,
Ditulis dalam kereta ekonomi yg penuh sesak dalam perjalanan Jakarta - Rangkasbitung,
Selasa, 5 April 2005

Djuni Pristiyanto
Email: senoaji@cbn.net.id

NB :
Narasi di atas saya tulis berdasarkan hasil2 percakapan saya dengan Pak Zulkifi. Sebagian besar isi cerita ini merupakan ringkasan dan interpretasi saya atas hasil2 percakapan tsb. Cerita di atas merupakan sebagian kecil kualitas yg ditunjukkan oleh Pak Zulkifi. Bila ada kesalahan dan ketidakcocokan dg fakta yg sesungguhnya, tanggung jawab ada pundak penulis sepenuhnya.

Mendaki gunung = dialog dengan diri sendiri

DIALOG DENGAN DIRI SENDIRI

Mendaki gunung adalah berdialog dengan diri sendiri dan sebagai medianya adalah alam sekitar
(gunung, hutan, cuaca dll).

Kita hidup dalam budaya modern, yang berkiblat pada budaya Barat. Akibatnya adalah kita kehilangan identitas diri, asing dengan diri sendiri. Kita jadi terbiasa menekan emosi, suara hati dan bahkan mimpi-mimpi.

Gunung dari sejak ratusan tahun yang lalu sudah ada di sini dan ratusan tahun yang akan datang akan tetap ada di sini. Sedangkan manusia datang dan pergi; lahir - bayi - remaja - dewasa - tua - mati. Generasi demi generasi manusia timbul dan tenggelam di muka bumi.

Gunung dari dulu begitu dan tidak berubah. Dengan mendaki gunung kita mencoba berdialog dengan diri sendiri, untuk jujur mengakui kelebihan dan kekurangan diri kita sendiri. Gunung tidak berubah, tapi tanggapan kita yang terus berubah dari saat ke saat. Susah senang, sedih gembira, takut, marah dll. Yang menjadi pertanyaan adalah: "Apakah kita menyadari dengan betul-betul adanya emosi-emosi tersebut yang silih berganti berubah?

Kalau kita merasa puas diri dan berkuasa, maka kita akan bilang bahwa kita telah mengalahkan gunung (alam). Kita menaklukkan gunung setelah kita menginjakkan kaki di puncaknya.

Kalau kita merasa lemah dan kecil, maka kita akan merasa rendah diri, inferior di hadapan gunung (alam). Kita dikalahkan oleh gunung.

Bila kita merasa damai dengan diri kita sendiri, maka kita akan menjadi bagian dari gunung (alam). Kita "menyatu" dengan alam.

Banyak sekali emosi dan perasaan kita pada saat melakukan pendakian gunung "membanjir" keluar dengan derasnya. Tidak ada yan baik atau buruk dan benar atau salah dengan segala emosi dan perasaan kita di atas. Perasaan dan emosi kita itu akan silih berganti sesuai dengan respon kita terhadap rangsang dari luar dan kondisi batin kita sendiri.

Yang perlu kita lakukan adalah mencermati dan mengamati semua respon kita terhadap rangsangan dari luar dan kondisi batin yang ada di dalam diri kita. Dan proses pengamatan ini berlangsung terus menerus, dari saat ke saat pada waktu kini (present time).

Dengan melakukan hal ini, maka kita akan menjai peka. Peka terhadap diri sendiri yang ada di dalam maupun peka terhadap semua fenomena luar. Suatu saat kita akan dapat berbicara dengan "raksasa yang ada di dalam diri", suatu sumber daya melimpah yang sebelumnya tidak pernah kita sadari itu ada. "Raksasa yang ada di dalam diri" itulah yang akan menjadi "kompas" sejati dalam hidup kita.

Renungan di Puncak Gunung Gede,
Pendakian dengan kawan2 Natrekk,
Minggu, 3 April 2005 jam 08.25

Djuni Pristiyanto

NB:
Spesial terima kasih pada kawan yg telah kirim SMS berisi :
LIFE is like ROADs we travel... som r smooth, som r rough n som I'd rather 4get. but there's 1 road I WONT REGRET. the road where WE MET n we BCOME friend ... :)