Kemenjadian seorang Ksatria Cahaya
Pipin yg sedang berjalan di jalan sunyi dan penuh kelokan,
Ini menyambung cerita mengenai pembacaan saya atas buku Paulo Coelho yg berjudul "Kitab Suci Ksatria Cahaya". Saya membaca dan memahami buku itu tidak harafiah begitu saja, tapi saya padukan dengan pengalaman pribadi saya dan bacaan2 terdahulu yg pernah saya baca.
Bagi saya, buku Coelho itu merupakan sebuah buku petualangan spiritual. Beberapa bisa dipahami, tapi banyak hal lainnya sangat susah utk dimengerti. Hal ini seperti membaca buku Coelho yg lain, seperti "The Alchemist" misalnya. Saya membaca buku "The Alchemist" ini berkali-kali dan tetap saja "ndak dong blas". Namun, setelah saya padukan dg pengalaman tertentu dari diri saya sendiri, saya baru paham beberapa hal yg dimaksud diantaranya itu. Ini juga seperti membaca karya-karya J. Krishnamurti yg tidak dapat dilakukan dlm sekali dua kali baca, tapi mesti berkali-kali dan dipadukan dg pemahaman dan pengalaman pribadi yg sangat personal.
OK, kembali kepada Ksatria Cahaya. Kemarin pagi sudah saya tulis cerita Ksatria Cahaya. Setiap orang dapat menjadi Ksatria Cahaya. Pertanyaannya adalah bagaimana proses utk menjadi seorang Ksatria Cahaya itu? Ini tidak ada rumus yg pasti, tapi karena bacaan kita dari buku Coelho tersebut, maka uraian saya ini bersumberkan dari situ juga.
Pertama, apa itu Ksatria Cahaya?
Seperti yg saya tulis kemarin pagi, seorang Ksatria Cahaya adalah orang yg telah "mendengar suara lonceng yang dibawa gelombang dari dasar laut". Orang yg telah tercerahkan batinnya. Orang seperti ini telah bangun dan sadar akan diri sejatinya. Lalu, kalau kamu kemudian bertanya, "Apa tanda-tanda orang yg telah tercerahkan batinnya?" Jawab saya adalah, "Saya tidak tahu".
Kedua, bagaimana menjadi Ksatria Cahaya?
Uraian ini mengacu pada bagian Prolog buku Paulo Coelho, "Kitab Suci Ksatria Cahaya". Ini adalah ringkasan dan interpretasi saya atas perjalanan sang anak laki-laki sehingga bisa mendengarkan "suara lonceng". Ada beberapa tahapan utk kemenjadian sang anak laki-laki tersebut dari seorang anak laki-laki biasa hingga menjadi seorang Ksatria Cahaya. Tahapan itu antara lain:
a. Tahapan menerima tugas (misi)
Tahapan menerima tugas ini jangan diartikan secara harafiah, bahwa seseorang memberi tugas dan orang lain menerima tugas utk dikerjakan. Ini kiasan utk membantu narasi saja. Tugas ini dapat diberikan oleh orang lain atau diri sendiri, bahkan melakukan kegiatan dg spontan dan begitu saja pun sudah saya anggap melaksanakan suatu tugas.
Tugas si anak laki-laki dlm cerita Coelho ini dimulai ketika dia bertemu dg seorang perempuan yg menunjukkan ttg sebuah kuil besar yg punya banyak lonceng. Perempuan itu bilang, "Pergilah ke sana dan beritahu aku apa yg kau pikirkan setelah melihat kuil itu?" Perlu diperhatikan bahwa perempuan itu tidak menyuruh si anak utk mendengarkan bunyi lonceng. Upaya utk "mendengarkan suara bunyi lonceng" terjadi dg alamiah seiring berjalannya waktu dan pengalaman si anak. Kemudian si anak laki-laki itu pergi ke tempat yg ditunjukkan oleh perempuan itu.
b. Tahapan meditasi
Tahapan meditasi terjadi bertingkat-tingkat, ini jangan dibayangkan seperti naik tangga atau turun ke sumur. Kata "bertingkat-tingkat" ini hanya kiasan saja guna membantu narasi. Sebenarnya, tidak ada ukuran baku utk "tingkat-tingkat" meditasi ini; yg paham adalah orang itu sendiri, karena ini semua adalah sebuah pengalaman yg sangat personal dan berbeda satu dg lain orang.
Tahapan meditasi ini dimulai ketika si anak tersebut pergi ke tempat yg ditunjukkan oleh perempuan itu dan duduk di pantai memandang jauh ke batas langit. Ini merupakan sebuah proses yg sangat panjang/lama. Semula si anak tidak mendapatkan apa-apa dan ini menimbulkan kekecewaan di hatinya. Lalu si anak ke pergi ke desa dan bertanya ttg kuil yg punya banyak lonceng itu. Penduduk desa bilang bahwa pada jaman dulu memang ada kuil itu, tapi sudah bertahun-tahun lalu kuil itu tenggelam ke dasar laut. Tapi, kadang-kadang nelayan di desa itu masih mendengar suara-suara lonceng dari kuil itu. Anak itu jadi bersemangat kembali dan pergi ke pantai lagi dan duduk memandang laut, tapi yg didengarnya "hanyalah gemuruh gelombang dan tangisan anjing laut".
Hari demi hari berlalu, bulan demi bulan berlalu; anak itu tetap tekun dg tugasnya. Anak itu bahkan merasa yakin bahwa di kuil itu terdapat harta karun dan bila ia mendengar bunyi lonceng, maka dia akan dapat segera menentukan dg pasti lokasi harta tsb. Anak laki-laki ini sering diejek oleh kawan-kawannya. Bahkan oleh orang-orang dewasa pun dia dianjurkan utk pulang ke rumahnya. Tapi, walau dia belum mampu mendengarkan bunyi lonceng dari kuil tua, anak itu belajar hal-hal lain. "Ia mulai sadar bahwa ia telah tumbuh dg begitu terbiasa dg suara gelombang yg tidak lagi mengalihkan perhatiannya. Dan lagi, ia jadi lebih terbiasa dg tangisan anjing laut, dengungan lebah, dan angin yg berhembus di antara pohon-pohon kelapa." Ini adalah tahap meditasi yg semakin mendalam. Si anak itu tidak melakukan suatu cara meditasi tertentu utk sampai pada tahap ini, dia hanya terjun utuh penuh pada alam lingkungannya; dia "membaur dan mendengar" alam.
Akan tetapi, proses ini bisa berlangsung sangat lama sekali atau bahkan singkat sekali. Bila terlalu lama melakukan meditasi dan merasa tidak mencapai hasil spt yg diinginkannya, maka ini akan menimbulkan kekecewaan/keputusasaan. Ada banyak alternatif bila kita kecewa atau putus asa; seperti misalkan kita menjadi geram dan merasa diperlakukan tidak adil atau memberontak atau marah-marah atau jadi sinis atau menyerah/pasrah. Konsekuensi dari sikap tersebutlah yg selanjutnya akan menentukan proses "keberhasilan" meditasi utk masuk ke "tahap berikutnya". Bila kita bersikap menjadi geram dan merasa diperlakukan tidak adil atau memberontak atau marah-marah atau jadi sinis dll sikap negatif atau pun sikap positif lainnya; maka kita akan gagal dlm menjalankan meditasi kita. Saat itu "ego" kita malah akan semakin tebal dan kuat, seolah-olah mendapat pembenaran bahwa segala yg kita lakukan dlm proses meditasi (pencarian diri sejati) adalah suatu kerja yg sia-sia dan buang-buang umur.
c. Tahapan melepas bebas beban/tugas
Ini adalah tahapan yg paling sukar. Kenapa? Karena kita dilatih dalam budaya kita utk tidak pernah menyerah. Menyerah adalah aib yg mesti dihindari. Akan tetapi, dalam perjalanan spiritual, mengakui bahwa kita menyerah secara total - pasrah total - merupakan suatu titik balik ke arah penemuan diri sejati. Dalam hal ini menyerah secara total atau pasrah total tidak hanya dilakukan secara ucapan atau pikiran, pasrah total ini mesti muncul benar-benar dari dalam batin dan selanjutnya akan mewujud ke dalam perilaku.
Bila kita bersikap menyerah/pasrah - PASRAH TOTAL, maka ini akan menjadi titik balik ke arah penemuan diri sejati kita. Bersikap pasrah total ini tidak hanya melalui ucapan/pikiran/perbuatan, namun yg sangat menentukan adalah pasrah total secara batiniah. Bila tindakan itu terjadi pada taraf batiniah, maka dg sendirinya ucapan/pikiran/perbuatan tidak diperlukan. Ada sesuatu di dalam batin yg tidak dapat ditipu, tapi kalau hanya lewat ucapan/pikiran/perbuatan saja itu bisa terjadi penipuan. Bagaimana caranya utk berlaku pasrah total secara batiniah? Jawab saya, "saya tidak tahu."
Titik balik yg dialami si anak dlm cerita Coelho ini terjadi ketika setelah hampir setahun dia "nongkrong" di pantai menekuni laut. Ia berpikir, "Mungkin mereka benar. Aku akan lebih baik tumbuh menjadi seorang nelayan dan turun ke pantai setiap pagi, karena aku telah mencintai tempat ini." Sore itu ia memutuskan pulang ke rumah. Ini merupakan sebuah pengakuan pasrah yg sangat jujur dan sederhana. Tidak ada yg disalahkan dan tidak ada yg dibenarkan.
d. Tahapan pencerahan
Ketika si anak berpikir seperti itu dan memutuskan utk segera pulang ke rumah, maka hatinya menjadi ringan - tidak lagi ada beban, tidak lagi ada misi yg mesti diemban. Dia menjadi bebas. "Ia menceburkan diri ke laut utk mengatakan salam perpisahan. Ia memandang sekali lagi alam di sekitarnya dan karena tidak lagi peduli dg lonceng itu, ia kembali bisa tersenyum pada keindahan tangisan anjing laut, gemuruh lautan, dan angin yg berhembus di antara pepohonan kelapa."
"Anak itu bahagia, dan seperti yang hanya bisa diperbuat oleh seorang anak, ia merasa bersyukur telah hidup di dunia ini. Ia yakin tidak membuang waktunya dg sia-sia karena telah belajar merenungkan alam dan menghormatinya."
Dan ..................., diantara suara-suara lautan, ia mendengar suara lonceng pertama. Dan kemudian suara lonceng yg lain. Dan pada puncaknya semua lonceng dari kuil yg tenggelam itu berbunyi semua dg indahnya.
Semua ini adalah cerita yg sangat indah dan menyentuh hati. Ini cerita yg patut utk direnungkan dan diapresiasi dg mendalam. Terima kasih Pipin atas pemberian bukunya itu, sehingga saya bisa membaca, merenungkan dan mengapresiasi sang Ksatria Cahaya.
Ketiga, apa tujuan hidup seorang Ksatria Cahaya?
Terus terang, saya tidak bisa menjawab pertanyaan ini. Mungkin ada kawan lain yg bisa membantu menjawabnya nanti.
Keempat, bagaimana dg pengalaman pribadi saya?
Kalau Pipin bertanya pada saya, "Bagaimana pengalaman saya sehingga saya bisa mendeskripsikan perjalanan penemuan diri sejati si anak tsb?" Jawab saya adalah, "Saya tidak tahu tepatnya bagaimana dan dimana, tapi cerita ttg Ksatria Cahaya ini memicu kenangan akan pengalaman-pengalaman yg pernah saya alami." Ini sebuah pengalaman yg sangat personal yg sukar utk dijabarkan dg kata-kata. Bila suatu ketika kamu bertemu orang yg mengaku telah tercerahkan atau telah "mendengarkan suara bunyi lonceng" jangan mudah percaya karenannya; percayalah kepada hati nuranimu sendiri dlm hal yg pelik ini.
Lalu, kemudian Pipin bertanya lagi kepada saya, "Apakah Mas Djuni pernah mengalami pengalaman 'mendengar suara lonceng yang dibawa gelombang dari dasar laut'? Maka jawaban saya juga, "Saya tidak tahu". Tapi ada beberapa hal yg saya alami, tapi saya tidak tahu itu apa sebutannya (dan saya juga tidak peduli itu apa).
Sebelumnya perlu saya jelaskan bahwa saya menjalankan meditasi, walau tidak rutin dan tidak teratur. Status keagamaan saya juga cuma sebatas di kartu tanda penduduk saja. Nah, ketika proses meditasi terjadi dg mendalam, maka terjadi beberapa kejadian di dalam diri sendiri. Pertama adalah rasa sakit luar biasa, bosan, ngantuk, jenuh, putus asa, marah dll. Selanjutnya terjadi ketenangan dan kedamaian di dalam diri. Lalu terjadi ekstasi, suatu perasaan euphoria luar biasa. Perasaan euphoria ini sangat berkesan dan menetap di dalam hati. Akan tetapi sayangnya, perasaan tersebut tdk dapat bertahan lama.
Setelah pengalaman tersebut kemudian disambung dg pengalaman2 lain. Dampak dalam keseharian sangat luar biasa, yaitu dunia berjalan jadi sangat lambat di mata saya (seperti gerakan "slow motion" gitu), keinginan dan nafsu jadi rontok entah kemana, bahkan nafsu sex pun pergi tidak ada kabar berita, melihat fenomena dunia seperti melihat "cermin tembus pandang" - semua terasa jernih dan pada tempatnya masing-masing, melihat orang lain pun akan jelas motif-motif dia yg sebenarnya, dan seterusnya. Pengalaman paling menyentak adalah adanya kesadaran bahwa saya tidak tahu apa-apa. Kesadaran bahwa saya tidak tidak tahu apa pun di dunia ini meruntuhkan segala keyakinan - kepercayaan - dogma - agama dari diri saya. Sebenarnya pengalaman ini sangat menakutkan sekali. Sebagai seorang aktivis LSM, pengalaman tersebut merombak total diri saya pribadi, baik secara perilaku fisik, cara berpikir, dan batiniah. Saya tidak lagi ingin merubah dunia atau lingkungan seperti yg saya cita-citakan dulu. Merubah diri sendiri saja susahnya bukan main, apa lagi mesti merubah dunia. Berubah total jadi apa? Saya juga tidak tahu jawabnya, tapi pada prinsipnya hidup saya mengalir dg sendirinya - hidup saya biasa-biasa saja tidak berbeda dengan tumbuhan dan hewan yg menjalani hidupnya masing-masing.
Tapi, pemahaman ini baru saya sadari dan mengerti belakangan ini setelah semua sensasi euphoria dll-nya hilang tiada bekas. Ada kerinduan utk bisa mengalami lagi pengalaman2 seperti itu lagi. Namun demikian saya tidak mengejar sensasi-sensasi seperti itu. Pedoman saya sekarang ya hidup mengalir begitu saja. Kemana? Menjadi apa? "Saya tidak tahu".
Bagi saya saat ini masalah utamanya adalah mengintegrasikan pengalaman-pengalaman spiritual ke dalam kehidupan sehari-hari. Misalkan, hilangnya nafsu sex, padahal saya hidup berumah tangga yg punya kewajiban utk "memberi nafkah batin" istri saya dan "memberi nafkah batin" diri saya sendiri he...he...he.....? Saya khan tidak hidup selibat atau menjalankan 'brahmacharya" seperti Mahatma Gandhi lakukan. Atau keinginan utk mengumpulkan harta guna menghidupi keluarga (anak dan istri), padahal keinginan utk mengumpulkan harta sudah lenyap. Ini masih banyak lagi.
Uraian ini semoga dapat membantu menjadi bekal dlm perjalanan Pipin yg sukar itu.
salam,
djuni
pejalan di jalan setapak yg sunyi
Ini menyambung cerita mengenai pembacaan saya atas buku Paulo Coelho yg berjudul "Kitab Suci Ksatria Cahaya". Saya membaca dan memahami buku itu tidak harafiah begitu saja, tapi saya padukan dengan pengalaman pribadi saya dan bacaan2 terdahulu yg pernah saya baca.
Bagi saya, buku Coelho itu merupakan sebuah buku petualangan spiritual. Beberapa bisa dipahami, tapi banyak hal lainnya sangat susah utk dimengerti. Hal ini seperti membaca buku Coelho yg lain, seperti "The Alchemist" misalnya. Saya membaca buku "The Alchemist" ini berkali-kali dan tetap saja "ndak dong blas". Namun, setelah saya padukan dg pengalaman tertentu dari diri saya sendiri, saya baru paham beberapa hal yg dimaksud diantaranya itu. Ini juga seperti membaca karya-karya J. Krishnamurti yg tidak dapat dilakukan dlm sekali dua kali baca, tapi mesti berkali-kali dan dipadukan dg pemahaman dan pengalaman pribadi yg sangat personal.
OK, kembali kepada Ksatria Cahaya. Kemarin pagi sudah saya tulis cerita Ksatria Cahaya. Setiap orang dapat menjadi Ksatria Cahaya. Pertanyaannya adalah bagaimana proses utk menjadi seorang Ksatria Cahaya itu? Ini tidak ada rumus yg pasti, tapi karena bacaan kita dari buku Coelho tersebut, maka uraian saya ini bersumberkan dari situ juga.
Pertama, apa itu Ksatria Cahaya?
Seperti yg saya tulis kemarin pagi, seorang Ksatria Cahaya adalah orang yg telah "mendengar suara lonceng yang dibawa gelombang dari dasar laut". Orang yg telah tercerahkan batinnya. Orang seperti ini telah bangun dan sadar akan diri sejatinya. Lalu, kalau kamu kemudian bertanya, "Apa tanda-tanda orang yg telah tercerahkan batinnya?" Jawab saya adalah, "Saya tidak tahu".
Kedua, bagaimana menjadi Ksatria Cahaya?
Uraian ini mengacu pada bagian Prolog buku Paulo Coelho, "Kitab Suci Ksatria Cahaya". Ini adalah ringkasan dan interpretasi saya atas perjalanan sang anak laki-laki sehingga bisa mendengarkan "suara lonceng". Ada beberapa tahapan utk kemenjadian sang anak laki-laki tersebut dari seorang anak laki-laki biasa hingga menjadi seorang Ksatria Cahaya. Tahapan itu antara lain:
a. Tahapan menerima tugas (misi)
Tahapan menerima tugas ini jangan diartikan secara harafiah, bahwa seseorang memberi tugas dan orang lain menerima tugas utk dikerjakan. Ini kiasan utk membantu narasi saja. Tugas ini dapat diberikan oleh orang lain atau diri sendiri, bahkan melakukan kegiatan dg spontan dan begitu saja pun sudah saya anggap melaksanakan suatu tugas.
Tugas si anak laki-laki dlm cerita Coelho ini dimulai ketika dia bertemu dg seorang perempuan yg menunjukkan ttg sebuah kuil besar yg punya banyak lonceng. Perempuan itu bilang, "Pergilah ke sana dan beritahu aku apa yg kau pikirkan setelah melihat kuil itu?" Perlu diperhatikan bahwa perempuan itu tidak menyuruh si anak utk mendengarkan bunyi lonceng. Upaya utk "mendengarkan suara bunyi lonceng" terjadi dg alamiah seiring berjalannya waktu dan pengalaman si anak. Kemudian si anak laki-laki itu pergi ke tempat yg ditunjukkan oleh perempuan itu.
b. Tahapan meditasi
Tahapan meditasi terjadi bertingkat-tingkat, ini jangan dibayangkan seperti naik tangga atau turun ke sumur. Kata "bertingkat-tingkat" ini hanya kiasan saja guna membantu narasi. Sebenarnya, tidak ada ukuran baku utk "tingkat-tingkat" meditasi ini; yg paham adalah orang itu sendiri, karena ini semua adalah sebuah pengalaman yg sangat personal dan berbeda satu dg lain orang.
Tahapan meditasi ini dimulai ketika si anak tersebut pergi ke tempat yg ditunjukkan oleh perempuan itu dan duduk di pantai memandang jauh ke batas langit. Ini merupakan sebuah proses yg sangat panjang/lama. Semula si anak tidak mendapatkan apa-apa dan ini menimbulkan kekecewaan di hatinya. Lalu si anak ke pergi ke desa dan bertanya ttg kuil yg punya banyak lonceng itu. Penduduk desa bilang bahwa pada jaman dulu memang ada kuil itu, tapi sudah bertahun-tahun lalu kuil itu tenggelam ke dasar laut. Tapi, kadang-kadang nelayan di desa itu masih mendengar suara-suara lonceng dari kuil itu. Anak itu jadi bersemangat kembali dan pergi ke pantai lagi dan duduk memandang laut, tapi yg didengarnya "hanyalah gemuruh gelombang dan tangisan anjing laut".
Hari demi hari berlalu, bulan demi bulan berlalu; anak itu tetap tekun dg tugasnya. Anak itu bahkan merasa yakin bahwa di kuil itu terdapat harta karun dan bila ia mendengar bunyi lonceng, maka dia akan dapat segera menentukan dg pasti lokasi harta tsb. Anak laki-laki ini sering diejek oleh kawan-kawannya. Bahkan oleh orang-orang dewasa pun dia dianjurkan utk pulang ke rumahnya. Tapi, walau dia belum mampu mendengarkan bunyi lonceng dari kuil tua, anak itu belajar hal-hal lain. "Ia mulai sadar bahwa ia telah tumbuh dg begitu terbiasa dg suara gelombang yg tidak lagi mengalihkan perhatiannya. Dan lagi, ia jadi lebih terbiasa dg tangisan anjing laut, dengungan lebah, dan angin yg berhembus di antara pohon-pohon kelapa." Ini adalah tahap meditasi yg semakin mendalam. Si anak itu tidak melakukan suatu cara meditasi tertentu utk sampai pada tahap ini, dia hanya terjun utuh penuh pada alam lingkungannya; dia "membaur dan mendengar" alam.
Akan tetapi, proses ini bisa berlangsung sangat lama sekali atau bahkan singkat sekali. Bila terlalu lama melakukan meditasi dan merasa tidak mencapai hasil spt yg diinginkannya, maka ini akan menimbulkan kekecewaan/keputusasaan. Ada banyak alternatif bila kita kecewa atau putus asa; seperti misalkan kita menjadi geram dan merasa diperlakukan tidak adil atau memberontak atau marah-marah atau jadi sinis atau menyerah/pasrah. Konsekuensi dari sikap tersebutlah yg selanjutnya akan menentukan proses "keberhasilan" meditasi utk masuk ke "tahap berikutnya". Bila kita bersikap menjadi geram dan merasa diperlakukan tidak adil atau memberontak atau marah-marah atau jadi sinis dll sikap negatif atau pun sikap positif lainnya; maka kita akan gagal dlm menjalankan meditasi kita. Saat itu "ego" kita malah akan semakin tebal dan kuat, seolah-olah mendapat pembenaran bahwa segala yg kita lakukan dlm proses meditasi (pencarian diri sejati) adalah suatu kerja yg sia-sia dan buang-buang umur.
c. Tahapan melepas bebas beban/tugas
Ini adalah tahapan yg paling sukar. Kenapa? Karena kita dilatih dalam budaya kita utk tidak pernah menyerah. Menyerah adalah aib yg mesti dihindari. Akan tetapi, dalam perjalanan spiritual, mengakui bahwa kita menyerah secara total - pasrah total - merupakan suatu titik balik ke arah penemuan diri sejati. Dalam hal ini menyerah secara total atau pasrah total tidak hanya dilakukan secara ucapan atau pikiran, pasrah total ini mesti muncul benar-benar dari dalam batin dan selanjutnya akan mewujud ke dalam perilaku.
Bila kita bersikap menyerah/pasrah - PASRAH TOTAL, maka ini akan menjadi titik balik ke arah penemuan diri sejati kita. Bersikap pasrah total ini tidak hanya melalui ucapan/pikiran/perbuatan, namun yg sangat menentukan adalah pasrah total secara batiniah. Bila tindakan itu terjadi pada taraf batiniah, maka dg sendirinya ucapan/pikiran/perbuatan tidak diperlukan. Ada sesuatu di dalam batin yg tidak dapat ditipu, tapi kalau hanya lewat ucapan/pikiran/perbuatan saja itu bisa terjadi penipuan. Bagaimana caranya utk berlaku pasrah total secara batiniah? Jawab saya, "saya tidak tahu."
Titik balik yg dialami si anak dlm cerita Coelho ini terjadi ketika setelah hampir setahun dia "nongkrong" di pantai menekuni laut. Ia berpikir, "Mungkin mereka benar. Aku akan lebih baik tumbuh menjadi seorang nelayan dan turun ke pantai setiap pagi, karena aku telah mencintai tempat ini." Sore itu ia memutuskan pulang ke rumah. Ini merupakan sebuah pengakuan pasrah yg sangat jujur dan sederhana. Tidak ada yg disalahkan dan tidak ada yg dibenarkan.
d. Tahapan pencerahan
Ketika si anak berpikir seperti itu dan memutuskan utk segera pulang ke rumah, maka hatinya menjadi ringan - tidak lagi ada beban, tidak lagi ada misi yg mesti diemban. Dia menjadi bebas. "Ia menceburkan diri ke laut utk mengatakan salam perpisahan. Ia memandang sekali lagi alam di sekitarnya dan karena tidak lagi peduli dg lonceng itu, ia kembali bisa tersenyum pada keindahan tangisan anjing laut, gemuruh lautan, dan angin yg berhembus di antara pepohonan kelapa."
"Anak itu bahagia, dan seperti yang hanya bisa diperbuat oleh seorang anak, ia merasa bersyukur telah hidup di dunia ini. Ia yakin tidak membuang waktunya dg sia-sia karena telah belajar merenungkan alam dan menghormatinya."
Dan ..................., diantara suara-suara lautan, ia mendengar suara lonceng pertama. Dan kemudian suara lonceng yg lain. Dan pada puncaknya semua lonceng dari kuil yg tenggelam itu berbunyi semua dg indahnya.
Semua ini adalah cerita yg sangat indah dan menyentuh hati. Ini cerita yg patut utk direnungkan dan diapresiasi dg mendalam. Terima kasih Pipin atas pemberian bukunya itu, sehingga saya bisa membaca, merenungkan dan mengapresiasi sang Ksatria Cahaya.
Ketiga, apa tujuan hidup seorang Ksatria Cahaya?
Terus terang, saya tidak bisa menjawab pertanyaan ini. Mungkin ada kawan lain yg bisa membantu menjawabnya nanti.
Keempat, bagaimana dg pengalaman pribadi saya?
Kalau Pipin bertanya pada saya, "Bagaimana pengalaman saya sehingga saya bisa mendeskripsikan perjalanan penemuan diri sejati si anak tsb?" Jawab saya adalah, "Saya tidak tahu tepatnya bagaimana dan dimana, tapi cerita ttg Ksatria Cahaya ini memicu kenangan akan pengalaman-pengalaman yg pernah saya alami." Ini sebuah pengalaman yg sangat personal yg sukar utk dijabarkan dg kata-kata. Bila suatu ketika kamu bertemu orang yg mengaku telah tercerahkan atau telah "mendengarkan suara bunyi lonceng" jangan mudah percaya karenannya; percayalah kepada hati nuranimu sendiri dlm hal yg pelik ini.
Lalu, kemudian Pipin bertanya lagi kepada saya, "Apakah Mas Djuni pernah mengalami pengalaman 'mendengar suara lonceng yang dibawa gelombang dari dasar laut'? Maka jawaban saya juga, "Saya tidak tahu". Tapi ada beberapa hal yg saya alami, tapi saya tidak tahu itu apa sebutannya (dan saya juga tidak peduli itu apa).
Sebelumnya perlu saya jelaskan bahwa saya menjalankan meditasi, walau tidak rutin dan tidak teratur. Status keagamaan saya juga cuma sebatas di kartu tanda penduduk saja. Nah, ketika proses meditasi terjadi dg mendalam, maka terjadi beberapa kejadian di dalam diri sendiri. Pertama adalah rasa sakit luar biasa, bosan, ngantuk, jenuh, putus asa, marah dll. Selanjutnya terjadi ketenangan dan kedamaian di dalam diri. Lalu terjadi ekstasi, suatu perasaan euphoria luar biasa. Perasaan euphoria ini sangat berkesan dan menetap di dalam hati. Akan tetapi sayangnya, perasaan tersebut tdk dapat bertahan lama.
Setelah pengalaman tersebut kemudian disambung dg pengalaman2 lain. Dampak dalam keseharian sangat luar biasa, yaitu dunia berjalan jadi sangat lambat di mata saya (seperti gerakan "slow motion" gitu), keinginan dan nafsu jadi rontok entah kemana, bahkan nafsu sex pun pergi tidak ada kabar berita, melihat fenomena dunia seperti melihat "cermin tembus pandang" - semua terasa jernih dan pada tempatnya masing-masing, melihat orang lain pun akan jelas motif-motif dia yg sebenarnya, dan seterusnya. Pengalaman paling menyentak adalah adanya kesadaran bahwa saya tidak tahu apa-apa. Kesadaran bahwa saya tidak tidak tahu apa pun di dunia ini meruntuhkan segala keyakinan - kepercayaan - dogma - agama dari diri saya. Sebenarnya pengalaman ini sangat menakutkan sekali. Sebagai seorang aktivis LSM, pengalaman tersebut merombak total diri saya pribadi, baik secara perilaku fisik, cara berpikir, dan batiniah. Saya tidak lagi ingin merubah dunia atau lingkungan seperti yg saya cita-citakan dulu. Merubah diri sendiri saja susahnya bukan main, apa lagi mesti merubah dunia. Berubah total jadi apa? Saya juga tidak tahu jawabnya, tapi pada prinsipnya hidup saya mengalir dg sendirinya - hidup saya biasa-biasa saja tidak berbeda dengan tumbuhan dan hewan yg menjalani hidupnya masing-masing.
Tapi, pemahaman ini baru saya sadari dan mengerti belakangan ini setelah semua sensasi euphoria dll-nya hilang tiada bekas. Ada kerinduan utk bisa mengalami lagi pengalaman2 seperti itu lagi. Namun demikian saya tidak mengejar sensasi-sensasi seperti itu. Pedoman saya sekarang ya hidup mengalir begitu saja. Kemana? Menjadi apa? "Saya tidak tahu".
Bagi saya saat ini masalah utamanya adalah mengintegrasikan pengalaman-pengalaman spiritual ke dalam kehidupan sehari-hari. Misalkan, hilangnya nafsu sex, padahal saya hidup berumah tangga yg punya kewajiban utk "memberi nafkah batin" istri saya dan "memberi nafkah batin" diri saya sendiri he...he...he.....? Saya khan tidak hidup selibat atau menjalankan 'brahmacharya" seperti Mahatma Gandhi lakukan. Atau keinginan utk mengumpulkan harta guna menghidupi keluarga (anak dan istri), padahal keinginan utk mengumpulkan harta sudah lenyap. Ini masih banyak lagi.
Uraian ini semoga dapat membantu menjadi bekal dlm perjalanan Pipin yg sukar itu.
salam,
djuni
pejalan di jalan setapak yg sunyi
1 Comments:
bang seno knalkan nama saya haris,
saya tinggal di jakarta bang.
saya sangat terkesan dengan tulisan bang seno tsb.
dan yang menarik lagi tentang pengalaman spiritual yang bang seno alami.
saya sangat butuh bimbingannya bang.
email saya bond_boriz@yahoo.com
harap balaz yah bang.
klo bisa saya ingin ketemuan dan ngobrol langsung sama bang seno.
saya di jakpus bang.
saya tunggu di email saya.
Post a Comment
<< Home